Adanya kuota haji membuat kaum muslimin memanfaatkan ibadah umroh sebagai solusi untuk memenuhi hasrat berziarah ke Baitullah dan Masjid Nabawi. Namun tingginya permintaan umroh sering disalahgunakan biro perjalanan nakal, sehingga mereka gagal berangkat atau telantar di negeri orang. Perlu cermat memilih biro perjalanan, supaya tidak tertipu.
Minat umat Islam untuk melaksanakan ibadah umrah semakin melonjak. Hal ini dipicu sulitnya mendapatkan kesempatan untuk naik haji karena adanya pembatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi. Di berbagai kota di Indonesia, calon jama’ah haji harus mengantre lima sampai 20 tahun untuk dapat kesempatan naik haji sebab banyaknya daftar tunggu calon haji lebih dahulu. Karena itu, pilihan umrah adalah sebagai alternatif untuk mengobati rasa rindu terhadap Tanah Suci.
Umrah juga dikenal sebagai “haji kecil”, meski tidak menyamai status haji. Dan hukum umrah adalah sunnah mu’akad. Nabi SAW bersabda, “Tidak wajib (umrah), tetapi jika kamu melakukan umrah itu lebih baik (afdhal).” Karena itulah, di antara ketidakpastian kapan bisa berangkat haji itulah, kaum muslimin memilih umrah untuk mencari sesuatu yang afdhal itu.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh) Baluki Ahmad kepada pers mengatakan, keinginan berumrah setiap tahun terus meningkat dan pada tahun 2013 mencapai 400 ribu orang. Tiap hari lima pesawat memberangkatkan jama’ah umrah. Garuda Indonesia saja, Baluki memisalkan, mengangkut tidak kurang dari 800 jama’ah umrah per hari. Bahkan pada bulan April 2013, Garuda menambah lagi satu pesawat untuk memberangkatkan jama’ah umrah.
Dengan tingginya minat kaum muslimin untuk umrah, terjadi persaingan tajam di antara biro travel umrah dan haji. Persaingan yang sengit itu kadang ditingkahi niat segelintir orang untuk menipu.
Di Jawa Tengah, sejak Januari 2013 hingga sekarang, ratusan calon jama’ah umrah tidak bisa berangkat, gara-gara biro perjalanan umrah yang mereka pilih gagal memberangkatkan mereka. Alasannya macam-macam.
Begitu juga terjadi di Jawa Timur, 49 calon jama’ah umrah yang sudah sampai di Jeddah ditolak masuk Saudi. Seluruh jama’ah yang telantar adalah korban penipuan biro perjalanan haji dan umrah Indonesia yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mereka yang telantar kondisinya sangat memprihatinkan. Setelah telantar di beberapa negara transit, di Arab Saudi mereka tidak memiliki penginapan. Seluruh jama’ah yang telantar tersebut bermalam di ruang layaknya gudang.
Ledia menambahkan, ke-49 jama’ah telantar yang sudah dipulangkan pihak KJRI ini sebelumnya sudah telantar di Kuala Lumpur selama empat hari. Lalu, setelah diterbangkan ke Arab Saudi, mereka masih ditelantarkan di Madinah selama empat hari, dan di Makkah selama enam hari.
Selama ditelantarkan, mereka tidak mendapat akomodasi yang layak. Kata Ledia, menurut KJRI, kedutaan di Kuala Lumpur sangat dibuat repot dengan meningkatnya jama’ah yang bermasalah.
“Yang sempat saya temui di sini (Madinah), mereka bahkan sudah membayar mahal, 2.000 USD per orang, sama seperti yang lain. Jadi tidak terlalu mencurigakan,” kata Ledia.
Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama Ahmad Kartono mengatakan, kendala visa yang dihadapi saat ini lantaran ada perbaikan sistem di Kementerian Haji Arab Saudi. Persoalan serupa tidak hanya dihadapi Indonesia, tetapi juga negara lain, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Ahmad mengimbau, biro perjalanan umrah tidak memberangkatkan jama’ah selama belum ada sinyal visa keluar dari Kedutaaan Arab Saudi. Selama visa belum keluar, sekalipun yakin visa akan dikeluarkan, hendaknya tidak mudah melakukan pemberangkatan.
Menurut Baluki, ketua Himpuh, total kerugian akibat penundaan keberangkatan bisa mencapai 700 dolar AS per jama’ah dari total biaya umrah yang biasanya berkisar 1.750 dolar AS per orang. Itu belum termasuk rupiah seharga tiket pesawat satu kali jalan yang dinyatakan hangus oleh maskapai penerbangan.
Menurut Baluki, tiap proses pengurusan umrah telah dijadwalkan dan diperhitungkan secara matang oleh biro perjalanan guna menghindari berbagai kemungkinan terburuk, termasuk visa yang urung dikeluarkan oleh pihak pemerintah Arab Saudi. Namun, penundaan keberangkatan lebih diakibatkan oleh faktor eksternal, yaitu perubahan kebijakan pemerintah Arab Saudi.
Misalnya kebijakan membatasi kuota jama’ah umrah kepada operator resmi penyelenggara ibadah haji dan umrah Arab Saudi. Melalui operator itulah biro perjalanan seluruh dunia mengadakan kontrak untuk memroses visa dan memberangkatkan jama’ah haji maupun umrah. Akibatnya, banyak permintaan visa yang menumpuk di kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.
K.H. Ahmad Anshari, pemilik Travel Haji Plus dan Umroh PT Bhuana Etam Lestari, mengatakan, problem gagal berangkat tidak semata-mata persoalan siap ataukah tidak biro travel yang bersangkutan. Namun kembali ke masalah kebijakan visa pemerintah Arab Saudi, yang hampir tiap tahun selalu berubah tanpa ada sosialisasi yang jelas.
Sebagai bagian dari mata rantai yang menentukan diberikannya kuota umrah beserta visanya oleh Kerajaan Arab Saudi, jumlah agen visa atau kerap disebut provider dinilai terlalu sedikit. Akibatnya, ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya antrean panjang pengajuan visa di Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.
Iskan Qolba Lubis, salah satu anggota Komisi VIII DPR, mengatakan, banyak jama’ah yang gagal berangkat disebabkan hingga waktu bertolaknya pesawat mereka tidak berhasil memperoleh visa. “Ini bisa terjadi karena perusahaan swasta yang ditunjuk untuk mengontrol kuota haji di Indonesia masih terlalu sedikit,” ujarnya.
Hak sebagai provider visa diberikan kepada satu biro perjalanan umrah dan haji atau perusahaan biro travel yang memegang lisensi IATA (International Air Transport Association) tertentu. Wakil rakyat dari Fraksi PKS ini mengungkapkan, agen visa yang mendapatkan mandat dari pemerintah Arab Saudi ini hanya tiga perusahaan.
Padahal, karena demikian membludaknya peminat ibadah umrah ini, setidaknya diperlukan 30 provider untuk menanganinya. Sebagai catatan, jumlah jama’ah umrah Indonesia kini sudah melebihi 100 ribu orang setiap tahunnya. “Ini supaya antrean tidak terlalu panjang,” kata Iskan.
Iskan juga mengatakan, sistem baru yang diberlakukan Arab Saudi untuk pengajuan visa di satu sisi bisa memudahkan perjalanan umrah ke Tanah Suci. Melalui sistem teknologi informasi yang baru, pengurusan visa tak lagi memerlukan tanda tangan dari konsuler.
Hanya saja, di sisi lainnya, awal penerapan sistem baru tersebut membuat antrean pengajuan visa umrah di Kedubes Arab Saudi di Jakarta mengular. Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Sugeng Wuryanto bahkan menyebutkan, dalam tempo 20 hari terakhir, sudah dikeluarkan 54 ribu visa umrah dan ada enam ribu lagi yang berada di antrean.
Padahal, lazimnya, Kedubes hanya mengeluarkan 300 visa per harinya. “Biasanya kan dua minggu, akan tetapi bisa lebih panjang karena ada pergantian sistem baru,” kata Iskan merunut pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus visa.
Namun, bagi Jazuli Juwaini, anggota Komisi VIII lainnya, kasus tertundanya keberangkatan jama’ah umrah tak lepas dari ulah biro umrah. Agen perjalanan yang nakal ini terlalu berani memberi janji sanggup memberangkatkan umrah meski kepastian visanya belum di tangan. “Travel tidak boleh mengobral janji sesuatu yang bukan wewenangnya,” kata Jazuli.
Jazuli mengingatkan, pengurusan dan pemberian visa merupakan urusan Kedubes Arab Saudi dengan perusahaan perwakilan, agen atau muasasah. Artinya, biro travel hanya menangani kelengkapan jama’ah agar memenuhi syarat pengurusan visa seperti yang telah ditetapkan Kedubes Arab Saudi.
Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama, Ahmad Kartono, sekali lagi mengingatkan biro perjalanan umrah untuk mengantisipasi perubahan sistem pengurusan visa di Kedubes Arab Saudi. Biro diperingatkan agar tidak merugikan jama’ah. Ia pun menilai, biro perjalanan terkadang tak memberikan informasi yang benar mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. “Jika terbukti menelantarkan jama’ah, kita akan berikan sanksi tegas,” katanya.
Kartono menegaskan, tidak ada toleransi bagi penyelenggara umrah yang terbukti telah melakukan pelanggaran. Berdasarkan UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, langkah pertama yang diberikan adalah peringatan dan teguran. Jika dinilai masih membandel, penyelenggara akan dibekukan izin usahanya, minimal selama satu tahun.
Bahkan sanksi pencabutan izin operasi pun bisa ditempuh Kementerian Agama. Menurut Kartono, tindakan tegas tersebut dijatuhkan kepada penyelenggara tidak hanya kalau terbukti tidak mampu memenuhi kuota 150 jama’ah selama tiga tahun berturut-turut, tetapi juga karena alasan menelantarkan jama’ah.
Sejak kurun waktu empat tahun terakhir, sebanyak 30 penyelenggara umrah telah dicabut perizinannya. Tercatat kini terdapat 300 penyelenggara haji dan umrah. Sebanyak 211 merupakan penyelenggara ibadah haji khusus sekaligus umrah, sedangkan 189 adalah penyelenggara khusus ibadah umrah.
Masalahnya, Kartono mengungkapkan, sanksi tegas yang diberikan Kementerian Agama terkadang tak membuat jera pelaku usaha di biro perjalanan umrah atau haji. Mereka pandai mencari celah dari peraturan perundang-undangan yang hanya mencabut larangan beroperasi bagi biro atau institusinya. Larangan itu tak berlaku bagi individu pelaku usahanya.
Akibatnya jika izin penyelenggaranya dicabut, Kartono melanjutkan, sebulan kemudian mereka mendirikan perusahaan biro travel yang baru dengan nama yang berbeda. “Kita tidak bisa melarang selama syarat terpenuhi,” ujarnya. (sumber: majalah-alkisah.com)
Minat umat Islam untuk melaksanakan ibadah umrah semakin melonjak. Hal ini dipicu sulitnya mendapatkan kesempatan untuk naik haji karena adanya pembatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi. Di berbagai kota di Indonesia, calon jama’ah haji harus mengantre lima sampai 20 tahun untuk dapat kesempatan naik haji sebab banyaknya daftar tunggu calon haji lebih dahulu. Karena itu, pilihan umrah adalah sebagai alternatif untuk mengobati rasa rindu terhadap Tanah Suci.
Umrah juga dikenal sebagai “haji kecil”, meski tidak menyamai status haji. Dan hukum umrah adalah sunnah mu’akad. Nabi SAW bersabda, “Tidak wajib (umrah), tetapi jika kamu melakukan umrah itu lebih baik (afdhal).” Karena itulah, di antara ketidakpastian kapan bisa berangkat haji itulah, kaum muslimin memilih umrah untuk mencari sesuatu yang afdhal itu.
Ketua Umum Himpunan Penyelenggara Haji dan Umrah (Himpuh) Baluki Ahmad kepada pers mengatakan, keinginan berumrah setiap tahun terus meningkat dan pada tahun 2013 mencapai 400 ribu orang. Tiap hari lima pesawat memberangkatkan jama’ah umrah. Garuda Indonesia saja, Baluki memisalkan, mengangkut tidak kurang dari 800 jama’ah umrah per hari. Bahkan pada bulan April 2013, Garuda menambah lagi satu pesawat untuk memberangkatkan jama’ah umrah.
Dengan tingginya minat kaum muslimin untuk umrah, terjadi persaingan tajam di antara biro travel umrah dan haji. Persaingan yang sengit itu kadang ditingkahi niat segelintir orang untuk menipu.
Di Jawa Tengah, sejak Januari 2013 hingga sekarang, ratusan calon jama’ah umrah tidak bisa berangkat, gara-gara biro perjalanan umrah yang mereka pilih gagal memberangkatkan mereka. Alasannya macam-macam.
Begitu juga terjadi di Jawa Timur, 49 calon jama’ah umrah yang sudah sampai di Jeddah ditolak masuk Saudi. Seluruh jama’ah yang telantar adalah korban penipuan biro perjalanan haji dan umrah Indonesia yang tidak bertanggung jawab.
Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mereka yang telantar kondisinya sangat memprihatinkan. Setelah telantar di beberapa negara transit, di Arab Saudi mereka tidak memiliki penginapan. Seluruh jama’ah yang telantar tersebut bermalam di ruang layaknya gudang.
Ledia menambahkan, ke-49 jama’ah telantar yang sudah dipulangkan pihak KJRI ini sebelumnya sudah telantar di Kuala Lumpur selama empat hari. Lalu, setelah diterbangkan ke Arab Saudi, mereka masih ditelantarkan di Madinah selama empat hari, dan di Makkah selama enam hari.
Selama ditelantarkan, mereka tidak mendapat akomodasi yang layak. Kata Ledia, menurut KJRI, kedutaan di Kuala Lumpur sangat dibuat repot dengan meningkatnya jama’ah yang bermasalah.
“Yang sempat saya temui di sini (Madinah), mereka bahkan sudah membayar mahal, 2.000 USD per orang, sama seperti yang lain. Jadi tidak terlalu mencurigakan,” kata Ledia.
Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama Ahmad Kartono mengatakan, kendala visa yang dihadapi saat ini lantaran ada perbaikan sistem di Kementerian Haji Arab Saudi. Persoalan serupa tidak hanya dihadapi Indonesia, tetapi juga negara lain, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.
Ahmad mengimbau, biro perjalanan umrah tidak memberangkatkan jama’ah selama belum ada sinyal visa keluar dari Kedutaaan Arab Saudi. Selama visa belum keluar, sekalipun yakin visa akan dikeluarkan, hendaknya tidak mudah melakukan pemberangkatan.
Menurut Baluki, ketua Himpuh, total kerugian akibat penundaan keberangkatan bisa mencapai 700 dolar AS per jama’ah dari total biaya umrah yang biasanya berkisar 1.750 dolar AS per orang. Itu belum termasuk rupiah seharga tiket pesawat satu kali jalan yang dinyatakan hangus oleh maskapai penerbangan.
Menurut Baluki, tiap proses pengurusan umrah telah dijadwalkan dan diperhitungkan secara matang oleh biro perjalanan guna menghindari berbagai kemungkinan terburuk, termasuk visa yang urung dikeluarkan oleh pihak pemerintah Arab Saudi. Namun, penundaan keberangkatan lebih diakibatkan oleh faktor eksternal, yaitu perubahan kebijakan pemerintah Arab Saudi.
Misalnya kebijakan membatasi kuota jama’ah umrah kepada operator resmi penyelenggara ibadah haji dan umrah Arab Saudi. Melalui operator itulah biro perjalanan seluruh dunia mengadakan kontrak untuk memroses visa dan memberangkatkan jama’ah haji maupun umrah. Akibatnya, banyak permintaan visa yang menumpuk di kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.
K.H. Ahmad Anshari, pemilik Travel Haji Plus dan Umroh PT Bhuana Etam Lestari, mengatakan, problem gagal berangkat tidak semata-mata persoalan siap ataukah tidak biro travel yang bersangkutan. Namun kembali ke masalah kebijakan visa pemerintah Arab Saudi, yang hampir tiap tahun selalu berubah tanpa ada sosialisasi yang jelas.
Sebagai bagian dari mata rantai yang menentukan diberikannya kuota umrah beserta visanya oleh Kerajaan Arab Saudi, jumlah agen visa atau kerap disebut provider dinilai terlalu sedikit. Akibatnya, ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya antrean panjang pengajuan visa di Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.
Iskan Qolba Lubis, salah satu anggota Komisi VIII DPR, mengatakan, banyak jama’ah yang gagal berangkat disebabkan hingga waktu bertolaknya pesawat mereka tidak berhasil memperoleh visa. “Ini bisa terjadi karena perusahaan swasta yang ditunjuk untuk mengontrol kuota haji di Indonesia masih terlalu sedikit,” ujarnya.
Hak sebagai provider visa diberikan kepada satu biro perjalanan umrah dan haji atau perusahaan biro travel yang memegang lisensi IATA (International Air Transport Association) tertentu. Wakil rakyat dari Fraksi PKS ini mengungkapkan, agen visa yang mendapatkan mandat dari pemerintah Arab Saudi ini hanya tiga perusahaan.
Padahal, karena demikian membludaknya peminat ibadah umrah ini, setidaknya diperlukan 30 provider untuk menanganinya. Sebagai catatan, jumlah jama’ah umrah Indonesia kini sudah melebihi 100 ribu orang setiap tahunnya. “Ini supaya antrean tidak terlalu panjang,” kata Iskan.
Iskan juga mengatakan, sistem baru yang diberlakukan Arab Saudi untuk pengajuan visa di satu sisi bisa memudahkan perjalanan umrah ke Tanah Suci. Melalui sistem teknologi informasi yang baru, pengurusan visa tak lagi memerlukan tanda tangan dari konsuler.
Hanya saja, di sisi lainnya, awal penerapan sistem baru tersebut membuat antrean pengajuan visa umrah di Kedubes Arab Saudi di Jakarta mengular. Ketua Bidang Organisasi dan Kelembagaan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) Sugeng Wuryanto bahkan menyebutkan, dalam tempo 20 hari terakhir, sudah dikeluarkan 54 ribu visa umrah dan ada enam ribu lagi yang berada di antrean.
Padahal, lazimnya, Kedubes hanya mengeluarkan 300 visa per harinya. “Biasanya kan dua minggu, akan tetapi bisa lebih panjang karena ada pergantian sistem baru,” kata Iskan merunut pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus visa.
Namun, bagi Jazuli Juwaini, anggota Komisi VIII lainnya, kasus tertundanya keberangkatan jama’ah umrah tak lepas dari ulah biro umrah. Agen perjalanan yang nakal ini terlalu berani memberi janji sanggup memberangkatkan umrah meski kepastian visanya belum di tangan. “Travel tidak boleh mengobral janji sesuatu yang bukan wewenangnya,” kata Jazuli.
Jazuli mengingatkan, pengurusan dan pemberian visa merupakan urusan Kedubes Arab Saudi dengan perusahaan perwakilan, agen atau muasasah. Artinya, biro travel hanya menangani kelengkapan jama’ah agar memenuhi syarat pengurusan visa seperti yang telah ditetapkan Kedubes Arab Saudi.
Direktur Pembinaan Haji Kementerian Agama, Ahmad Kartono, sekali lagi mengingatkan biro perjalanan umrah untuk mengantisipasi perubahan sistem pengurusan visa di Kedubes Arab Saudi. Biro diperingatkan agar tidak merugikan jama’ah. Ia pun menilai, biro perjalanan terkadang tak memberikan informasi yang benar mengenai kondisi yang sebenarnya terjadi di lapangan. “Jika terbukti menelantarkan jama’ah, kita akan berikan sanksi tegas,” katanya.
Kartono menegaskan, tidak ada toleransi bagi penyelenggara umrah yang terbukti telah melakukan pelanggaran. Berdasarkan UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, langkah pertama yang diberikan adalah peringatan dan teguran. Jika dinilai masih membandel, penyelenggara akan dibekukan izin usahanya, minimal selama satu tahun.
Bahkan sanksi pencabutan izin operasi pun bisa ditempuh Kementerian Agama. Menurut Kartono, tindakan tegas tersebut dijatuhkan kepada penyelenggara tidak hanya kalau terbukti tidak mampu memenuhi kuota 150 jama’ah selama tiga tahun berturut-turut, tetapi juga karena alasan menelantarkan jama’ah.
Sejak kurun waktu empat tahun terakhir, sebanyak 30 penyelenggara umrah telah dicabut perizinannya. Tercatat kini terdapat 300 penyelenggara haji dan umrah. Sebanyak 211 merupakan penyelenggara ibadah haji khusus sekaligus umrah, sedangkan 189 adalah penyelenggara khusus ibadah umrah.
Masalahnya, Kartono mengungkapkan, sanksi tegas yang diberikan Kementerian Agama terkadang tak membuat jera pelaku usaha di biro perjalanan umrah atau haji. Mereka pandai mencari celah dari peraturan perundang-undangan yang hanya mencabut larangan beroperasi bagi biro atau institusinya. Larangan itu tak berlaku bagi individu pelaku usahanya.
Akibatnya jika izin penyelenggaranya dicabut, Kartono melanjutkan, sebulan kemudian mereka mendirikan perusahaan biro travel yang baru dengan nama yang berbeda. “Kita tidak bisa melarang selama syarat terpenuhi,” ujarnya. (sumber: majalah-alkisah.com)