Selasa, 22 April 2014

Cermat Memilih Biro Perjalanan Umroh

,
Adanya kuota haji membuat kaum muslimin memanfaatkan ibadah umroh sebagai solusi untuk memenuhi hasrat berziarah ke Baitullah dan Masjid Nabawi. Namun tingginya permintaan umroh sering disalahgunakan biro perjalanan nakal, sehingga mereka gagal berangkat atau telantar di negeri orang. Perlu cermat memilih biro perjalanan, supaya tidak tertipu.

Minat umat Islam untuk melaksanakan ibadah umrah semakin melonjak. Hal ini dipicu sulit­nya mendapatkan kesempatan untuk naik haji karena adanya pembatasan kuota dari pemerintah Arab Saudi. Di ber­bagai kota di Indonesia, calon ja­ma’ah haji harus mengantre lima sampai 20 tahun untuk dapat kesempatan naik haji sebab banyaknya daftar tunggu calon haji lebih dahulu. Karena itu, pilih­an umrah adalah sebagai alternatif untuk mengobati rasa rindu terhadap Tanah Suci.

Umrah juga dikenal sebagai “haji kecil”, meski tidak menyamai status haji. Dan hukum umrah adalah sunnah mu’akad. Nabi SAW bersabda, “Tidak wajib (umrah), tetapi jika kamu melaku­kan umrah itu lebih baik (afdhal).” Karena itulah, di antara ketidakpastian kapan bisa berangkat haji itulah, kaum muslim­in memilih umrah untuk mencari sesuatu yang afdhal itu.

Ketua Umum Himpunan Penyeleng­gara Haji dan Umrah (Himpuh) Baluki Ahmad kepada pers mengatakan, ke­inginan berumrah setiap tahun terus me­ningkat dan pada tahun 2013 mencapai 400 ribu orang. Tiap hari lima pesawat memberangkatkan jama’ah umrah. Ga­ruda Indonesia saja, Baluki memisalkan, mengangkut tidak kurang dari 800 ja­ma’ah umrah per hari. Bahkan pada bulan April 2013, Garuda menambah lagi satu pesawat untuk memberangkatkan jama’ah umrah.

Dengan tingginya minat kaum mus­lim­in untuk umrah, terjadi persaingan ta­jam di antara biro travel umrah dan haji. Persaingan yang sengit itu kadang di­tingkahi niat segelintir orang untuk me­nipu.

Di Jawa Tengah, sejak Januari 2013 hingga sekarang, ratusan calon jama’ah umrah tidak bisa berangkat, gara-gara biro perjalanan umrah yang mereka pilih gagal memberangkatkan mereka. Alas­an­nya macam-macam.

Begitu juga terjadi di Jawa Timur, 49 calon jama’ah umrah yang sudah sam­pai di Jeddah ditolak masuk Saudi. Se­luruh jama’ah yang telantar adalah kor­ban penipuan biro perjalanan haji dan umrah Indonesia yang tidak bertang­gung jawab.

Menurut Anggota Komisi VIII DPR RI, Ledia Hanifa Amaliah, mereka yang telantar kondisinya sangat memprihatin­kan. Setelah telantar di beberapa negara transit, di Arab Saudi mereka tidak me­miliki penginapan. Seluruh jama’ah yang telantar tersebut bermalam di ruang la­yaknya gudang.

Ledia menambahkan, ke-49 jama’ah telantar yang sudah dipulangkan pihak KJRI ini sebelumnya sudah telantar di Kuala Lumpur selama empat hari. Lalu, se­telah diterbangkan ke Arab Saudi, me­reka masih ditelantarkan di Madinah se­lama empat hari, dan di Makkah selama enam hari.

Selama ditelantarkan, mereka tidak mendapat akomodasi yang layak. Kata Ledia, menurut KJRI, kedutaan di Kuala Lumpur sangat dibuat repot dengan me­ningkatnya jama’ah yang bermasalah.

“Yang sempat saya temui di sini (Ma­dinah), mereka bahkan sudah mem­bayar mahal, 2.000 USD per orang, sama seperti yang lain. Jadi tidak terlalu mencurigakan,” kata Ledia.

Direktur Pembinaan Haji Kementeri­an Agama Ahmad Kartono mengatakan, kendala visa yang dihadapi saat ini lan­taran ada perbaikan sistem di Kemen­terian Haji Arab Saudi. Persoalan serupa tidak hanya dihadapi Indonesia, tetapi juga negara lain, seperti Malaysia dan Brunei Darussalam.

Ahmad mengimbau, biro perjalanan umrah tidak memberangkatkan jama’ah selama belum ada sinyal visa keluar dari Kedutaaan Arab Saudi. Selama visa be­lum keluar, sekalipun yakin visa akan di­keluarkan, hendaknya tidak mudah me­lakukan pemberangkatan.

Menurut Baluki, ketua Himpuh, total ke­rugian akibat penundaan keberang­kat­an bisa mencapai 700 dolar AS per jama’ah dari total biaya umrah yang bia­sanya berkisar 1.750 dolar AS per orang. Itu belum termasuk rupiah seharga tiket pesawat satu kali jalan yang dinyatakan hangus oleh maskapai penerbangan.

Menurut Baluki, tiap proses pengu­rusan umrah telah dijadwalkan dan di­perhitungkan secara matang oleh biro per­jalanan guna menghindari berbagai kemungkinan terburuk, termasuk visa yang urung dikeluarkan oleh pihak pe­merintah Arab Saudi. Namun, penun­da­an keberangkatan lebih diakibatkan oleh faktor eksternal, yaitu perubahan kebi­jak­an pemerintah Arab Saudi.

Misalnya kebijakan membatasi kuota jama’ah umrah kepada operator resmi pe­nyelenggara ibadah haji dan umrah Arab Saudi. Melalui operator itulah biro perjalanan seluruh dunia mengadakan kontrak untuk memroses visa dan mem­berangkatkan jama’ah haji maupun um­rah. Akibatnya, banyak permintaan visa yang menumpuk di kantor Kedutaan Besar Arab Saudi di Indonesia.

K.H. Ahmad Anshari, pemilik Travel Haji Plus dan Umroh PT Bhuana Etam Lestari, mengatakan, problem gagal berangkat tidak semata-mata persoalan siap ataukah tidak biro travel yang ber­sangkutan. Namun kembali ke masalah kebijakan visa pemerintah Arab Saudi, yang hampir tiap tahun selalu berubah tanpa ada sosialisasi yang jelas.

Sebagai bagian dari mata rantai yang menentukan diberikannya kuota umrah beserta visanya oleh Kerajaan Arab Saudi, jumlah agen visa atau kerap di­sebut provider dinilai terlalu sedikit. Akibatnya, ini yang menjadi salah satu penyebab terjadinya antrean panjang pengajuan visa di Kedutaan Besar Arab Saudi di Jakarta.

Iskan Qolba Lubis, salah satu ang­gota Komisi VIII DPR, mengatakan, ba­nyak jama’ah yang gagal berangkat di­sebabkan hingga waktu bertolaknya pe­sawat mereka tidak berhasil memper­oleh visa. “Ini bisa terjadi karena perusaha­an swasta yang ditunjuk untuk mengon­trol kuota haji di Indonesia masih terlalu sedikit,” ujarnya.

Hak sebagai provider visa diberikan ke­pada satu biro perjalanan umrah dan haji atau perusahaan biro travel yang memegang lisensi IATA (International Air Transport Association) tertentu. Wakil rakyat dari Fraksi PKS ini mengung­kap­kan, agen visa yang mendapatkan man­dat dari pemerintah Arab Saudi ini hanya tiga perusahaan.

Padahal, karena demikian memblu­daknya peminat ibadah umrah ini, se­tidaknya diperlukan 30 provider untuk me­nanganinya. Sebagai catatan, jumlah jama’ah umrah Indonesia kini sudah me­lebihi 100 ribu orang setiap tahunnya. “Ini supaya antrean tidak terlalu pan­jang,” kata Iskan.

Iskan juga mengatakan, sistem baru yang diberlakukan Arab Saudi untuk pengajuan visa di satu sisi bisa memu­dahkan perjalanan umrah ke Tanah Suci. Melalui sistem teknologi informasi yang baru, pengurusan visa tak lagi me­merlukan tanda tangan dari konsuler.

Hanya saja, di sisi lainnya, awal pe­ne­rapan sistem baru tersebut membuat antrean pengajuan visa umrah di Ke­du­bes Arab Saudi di Jakarta mengular. Ke­tua Bidang Organisasi dan Kelemba­gaan Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Am­phuri) Sugeng Wuryanto bahkan menye­butkan, dalam tempo 20 hari terakhir, su­dah di­keluarkan 54 ribu visa umrah dan ada enam ribu lagi yang berada di an­trean.

Padahal, lazimnya, Kedubes hanya mengeluarkan 300 visa per harinya. “Biasanya kan dua minggu, akan tetapi bisa lebih panjang karena ada pergan­tian sistem baru,” kata Iskan merunut pada lamanya waktu yang dibutuhkan untuk mengurus visa.

Namun, bagi Jazuli Juwaini, anggota Komisi VIII lainnya, kasus tertundanya keberangkatan jama’ah umrah tak lepas dari ulah biro umrah. Agen perjalanan yang nakal ini terlalu berani memberi janji sanggup memberangkatkan umrah meski kepastian visanya belum di ta­ngan. “Travel tidak boleh mengobral janji sesuatu yang bukan wewenangnya,” kata Jazuli.

Jazuli mengingatkan, pengurusan dan pemberian visa merupakan urusan Kedubes Arab Saudi dengan perusaha­an perwakilan, agen atau muasasah. Arti­nya, biro travel hanya menangani ke­lengkapan jama’ah agar memenuhi sya­rat pengurusan visa seperti yang telah ditetapkan Kedubes Arab Saudi.

Direktur Pembinaan Haji Kementeri­an Agama, Ahmad Kartono, sekali lagi mengingatkan biro perjalanan umrah un­tuk mengantisipasi perubahan sistem pengurusan visa di Kedubes Arab Saudi. Biro diperingatkan agar tidak merugikan jama’ah. Ia pun menilai, biro perjalanan ter­kadang tak memberikan informasi yang benar mengenai kondisi yang se­benarnya terjadi di lapangan. “Jika ter­bukti menelantarkan jama’ah, kita akan berikan sanksi tegas,” katanya.

Kartono menegaskan, tidak ada to­leransi bagi penyelenggara umrah yang terbukti telah melakukan pelanggaran. Berdasarkan UU No. 13/2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji, langkah pertama yang diberikan adalah peringat­an dan teguran. Jika dinilai masih mem­bandel, penyelenggara akan dibekukan izin usahanya, minimal selama satu tahun.

Bahkan sanksi pencabutan izin operasi pun bisa ditempuh Kementerian Agama. Menurut Kartono, tindakan te­gas tersebut dijatuhkan kepada penye­lenggara tidak hanya kalau terbukti tidak mampu memenuhi kuota 150 jama’ah selama tiga tahun berturut-turut, tetapi juga karena alasan menelantarkan ja­ma’ah.

Sejak kurun waktu empat tahun ter­akhir, sebanyak 30 penyelenggara um­rah telah dicabut perizinannya. Tercatat kini terdapat 300 penyelenggara haji dan umrah. Sebanyak 211 merupakan pe­nyelenggara ibadah haji khusus sekali­gus umrah, sedangkan 189 adalah pe­nyelenggara khusus ibadah umrah.

Masalahnya, Kartono mengungkap­kan, sanksi tegas yang diberikan Ke­menterian Agama terkadang tak mem­buat jera pelaku usaha di biro perjalanan umrah atau haji. Mereka pandai mencari celah dari peraturan perundang-un­dang­an yang hanya mencabut larangan ber­operasi bagi biro atau institusinya. La­rangan itu tak berlaku bagi individu pe­laku usahanya.

Akibatnya jika izin penyelenggara­nya dicabut, Kartono melanjutkan, se­bulan ke­mudian mereka mendirikan pe­rusahaan biro travel yang baru dengan nama yang ber­beda. “Kita tidak bisa melarang selama syarat terpenuhi,” ujar­nya. (sumber: majalah-alkisah.com)

0 komentar to “Cermat Memilih Biro Perjalanan Umroh”

Posting Komentar